Sabtu, 30 Maret 2013

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI KABUPATEN KULON PROGO 2012 – 2016 A. RINGKASAN EKSEKUTIF Pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk mewujudkan Visi RPJMD : “Terwujudnya Kabupaten Kulon Progo yang sehat mandiri, berprestasi, adil, aman dan sejahtera berdasarkan iman dan taqwa”.Telah menentukan 6 Misi untuk mencapainya, salah satu misinya adalah mewujudkan peningkatan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintahan yang berorientasi pada prinsip-prinsip clean government dan good governance. Sampai saat ini Kabupaten Kulon Progo masih menghadapi berbagai permasalahan antara lain : PAD yang masih kecil, masih banyaknya penduduk miskin, kondisi belanja pegawai masih 65 %, kinerja birokrasi dan pelayanan publik yang belum optimal. Kabupaten Kulon Progo juga mempunyai tantangan untuk berkembang : Program pembangunan bandara internasional, penambangan pasir besi, pembangunan pelabuhan perikanan dan potensi daerah lainnya. Perencanaan perubahan secara sistematis harus dilakukan sejak sekarang, maka reformasi birokrasi menjadi hal yang mutlak dilakukan. Makna reformasi birokrasi adalah upaya melakukan perubahan sistematik dan terencana menuju tatanan administrasi publik yang lebih baik. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo harus lebih fokus dan menyusun tahap-tahap untuk meningkatkan profesionalisme dan integritas aparatur serta meningkatkan kinerja birokrasi yang berorientasi hasil melalui perubahan secara terencana, bertahap, dan terintegrasi. Reformasi meliputi : Reorganisasi administrasi atau aspek institusional (kelembagaan) dan reformasi perubahan sikap, perilaku, dan nilai orang-orang yang terlibat dalam proses reformasi. B. PENDAHULUAN Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) menjadi misi utama bagi pemerintah yang demokratis. karena esensi otonomi daerah adalah meningkatkan : Public service function (fungsi pelayanan masyarakat), development function (fungsi pembangunan) dan protection function (fungsi perlindungan). Sesuai pasal 2 ayat (3) Undang-Undang No.32 Tahun 2004, tujuan otonomi daerah adalah mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui: Peningkatan pelayanan umum, pemberdayaan dan peranserta masyarakat; serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip: demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem NKRI. Paradigma pemerintahan yang baik mempunyai arti bahwa penyelenggaraan pemerintahan harus dapat diukur dan dinilai kinerjanya dengan menggunakan “indikator-indikator pemerintahan yg baik” : 1. Demokrasi, desentralisasi, dan peningkatan kemampuan pemerintah; 2. Hormat terhadap hak azasi manusia dan kepatuhan terhadap hukum; 3. Partisipasi rakyat; 4. Efisiensi, akuntabilitas, transparansi dalam pemerintahan dan administrasi publik; 5. Perhatian terhadap pemerataan dan kemiskinan; 6. Komitmen terhadap kebijakan ekonomi yang berorientasi pasar. Seperti yang dipaparkan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi, bahwa konsep reformasi birokrasi berkaitan dengan ribuan proses tumpang tindih (overlapping) antar fungsi-fungsi pemerintahan, melibatkan jutaan pegawai, dan menghabiskan anggaran yang tidak sedikit. Konsep reformasi birokrasi juga berkaitan dengan upaya menata ulang proses birokrasi dari tingkat tertinggi hingga terendah dan melakukan terobosan baru dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada, perubahan paradigma, dan dengan upaya luar biasa. Konsep reformasi birokrasi juga berkaitan upaya merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru Reformasi birokrasi dalam beberapa literatur disebut reformasi administrasi publik atau ada yang menyebut reformasi administrasi. MenurutMosher, ( dalam Rais dan Flassy, 2005 : 5 ) bahwa Reformasi Administrasi Publik terdiri : 1. Reorganisasi administrasi, yang sering disebut sebagai aspek institusional (kelembagaan) 2. Perubahan sikap, perilaku, dan nilai orang-orang yang terlibat dalam proses reformasi, sering disebut sebagi aspekperilaku. Hampir sama seperti yang disampaikan Caiden (1991 : 100), dua hal yang harus menjadi perhatian dalam pelaksanaan reformasi administrasi yaitu : 1. Organisasi meliputi tujuan, target, kebijaksanaan, ukuran, bentuk, struktur dan kebiasaan organisasi; 2. Individu, meliputi hak, kewajiban, legalitas, ambisi, harapan, kreativitas dan lain-lain. Penyelenggaraan pemerintah daerah dengan memberi penekanan pada aspek efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi menjadikan reformasi birokrasi sebagai prasyarat utama mewujudkan pemerintahan yang baik. Karena kalau dikembalikan lagi pada makna reformasi birokrasi adalah upaya melakukan perubahan sistematik dan terencana menuju tatanan administrasi public yang lebih baik. Pemerintah daerah harus lebih fokus seperti yang disampaikan Caiden dam Mosher harus melaksanakan reformasi institusional dan melaksanakan reformasi perilaku birokrasi. Tujuan reformasi birokrasi adalah meningkatkan profesionalismedan integritasaparatur pemerintah dan sasaran reformasi birokrasi adalah meningkatnya kinerja birokrasi yang berorientasi hasil melalui perubahan secara terencana, bertahap, dan terintegrasi dari berbagai komponen strategis birokrasi pemerintah. Delapan area perubahan reformasi birokrasi : 1. Pola Pikir dan Budaya Kerja (Manajemen Perubahan); 2. Penataan Peraturan Perundang-undangan; 3. Penataan dan Penguatan Organisasi; 4. Penataan Tatalaksana; 5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur; 6. Penguatan Pengawasan; 7. Penguatan Akuntabilitas Kinerja; dan 8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Pada garis besarnya Kebijakan Reformasi Birokrasi berkaitan dengan : 1. Penatanan Organisasi pemerintahan daerah yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing). 2. Peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan dinamika perubahan penyelenggaraan pemerintahan dan tuntutan masyarakat. 3. Manajemen sumber daya manusia aparatur dilaksanakan secara optimal untuk meningkatkan profesionalisme, kinerja pegawai dan organisasi. 4. Pengurangan praktik penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses penyelenggaraan pemerintahan 5. Pemantapan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 6. Optimalisasi Pelayanan public yang dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat, dan memenuhi hak-hak dasar warga negara/penduduk. 7. Polapikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) birokrat mendukung birokrasi yang efisien, efektif dan produktif, dan profesional. Benar-benar memiliki pola pikir yang melayani masyarakat, mencapai kinerja yang baik dan berorientasi pada hasil (outcomes).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar