Minggu, 30 Mei 2010

Model Kasus

Peran Serta Masyarakat Dalam Penanganan : Banjir, Tanah Longsor
dan Gempa Bumi

oleh :
Yohanes Irianta *)


Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia dibentuk antara lain untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Berdasarkan pokok pikiran tersebut maka :
a. Upaya penanggulangan bencana merupakan salah satu wujud dari upaya untuk melindungi segenap bangsa Indonesiadan seluruh tumpah darah Indonesia.
b. Upaya penanggulangan bencana dititik beratkan pada tahap sebelum terjadinya bencana yang meliputi kegiatan pencegahan, penjinakkan / mitigasi dan kesiapsiagaan untuk memperkecil, mengurangi dan memperlunak dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
c. Sesuai dengan skala bencana yang terjadi, penanggulangan bencana dilandasi kemampuan kewilayahan secara berjenjang.

Sangat relevan memperhatikan fungsi perlindungan masyarakat yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah, terlebih pada era otonomi daerah dan dengan adanya good governance, pemerintah daerah dituntut semakin baik dalam melaksanakan fungsi yang diembannya, yaitu :
a. Melindungi dan mesejahterakan masyarakat secara demokratis.
b. Demokratisasi dan pendidikan politik.
c. Mendekatkan pelayanan masyarakat dan meningkatkan efisiensi serta efektifitas pelayanan masyarakat.
d. Meningkatkan partisipasi masyarakat.
e. Memberdayakan potensi dan keanekaragaman daerah.

Keprihatinan akan kita rasakan apabila melihat adanya fenomena berdasarkan pengalaman dan keadaan yang dijumpai pada generasi sekarang :
1. Adanya sikap ignorant; Kita seperti tidak peduli walaupun hidup di wilayah rawan bencana (pertemuan tiga lempeng tektonik, gempa bumi, gunung berapi, tanah longsor, kerentanan tropis, dsb).
2. Sikap lapar tanah, konversi alam terus terjadi (mangrove, ekosistem pantai, terumbu karang, hutan) untuk permukiman, lahan usaha, infrastruktur, sehingga daya dukung lingkungan dan natural protection berkurang.
3. Tata ruang tidak antisipatif terhadap kemungkinan bencana.

Memperhatikan fenomena di atas, sebelum menjadi lebih parah atau timbul korban bencana yang lebih besar harus ada tindakan kongkrit oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat. Penanganan bencana memang menjadi kewajiban pemerintah, hal ini diwujudkan dengan :
1. Memasukkan aspek kebencanaan dalam strategi kebijakan pemerintah ( sekarang : RPJMD ).
2. Menciptakan regulasi yang mendukung penanganan bencana : Tata Ruang, Satlak, Protap bencana, dukungan anggaran, dsb
3. Penanggulangan bencana dilandasi kemampuan kewilayahan secara berjenjang – yang lebih dekat dengan lokasi bencana. Menyediakan stok beras, perlengkapan dapur umum dan tenda pada Unit Operasi PB Kecamatan.

Kewajiban pemerintah itu akan lebih baik apabila didukung oleh peran serta masyarakat. Peran serta atau partisipasi (participation) memerlukan beberapa persyaratan : 1). Masyarakat sudah berdaya. 2). Adanya kesadaran positif untuk berperan dalam penanganan bencana. Peran pemerintah dalam penanganan bencana yang utama adalah memberdayakan masyarakat (empowering society), karena penanggulangan bencana dititik beratkan pada tahap sebelum terjadinya bencana yang meliputi kegiatan pencegahan, penjinakkan / mitigasi dan kesiapsiagaan untuk memperkecil, mengurangi dan memperlunak dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Memberdayakan masyarakat dan menumbuhkan sikap peduli pada aspek kebencanaan dapat dilakukan dilakukan dengan :
1. Memberi pengetahuan tentang seluk beluk kebencanaan yang didasarkan pada keunikan wilayah dan tipe bencana alam yang ada;
2. Mengembangkan kurikulum lokal sebagai media sosialisasi penanggulangan bencana alam, dalam bentuk suplemen buku ajar bagi pelajar ( sejak usia dini );
3. Memberikan keterampilan kepada masyarakat dalam mengantisipasi, menghindari dan menyelamatkan diri dari bencana;
4. Menumbuhkan sikap waspada, responsip dan tanggap terhadap bencana.

Peran serta masyarakat dalam penanganan bencana meliputi seluruh siklus penanganan bencana, yaitu : 1. Kesiapsiagaan; 2). Tanggap Darurat; 3). Pasca Darurat; dan 4) Pencegahan dan Mitigasi, begitu seterusnya.




Upaya untuk menumbuhkan peran serta masyarakat dalam penanganan bencana, memerlukan beberapa prasyarat :
1. Adanya tokoh penggerak (aktivis atau tokoh RT/ RW setempat),
2. Konsep yang jelas dan obyek aktivitas yang jelas,
3. Kohesivitas masyarakat setempat,
4. Bahasa rakyat yangg tepat berbasis kearifan budaya setempat,
5. Jaringan informasi yg mudah diakses setiap saat.
Peran serta masyarakat juga memperhatikan karakteristik bencana yang ada, beberapa indikator antara lain : Penyebab bencana, waktu yang memungkinkan peringatan dini (early warning system ); dan prediksi lokasi bencana. ( Lihat Matriks Peran Serta Masyarakat Menurut Karakteristik Bencana ). Pada saat tahap tanggap darurat dan tahap pasca darurat ( rehabilitasi dan rekonstruksi) peran serta masyarakat sangat mutlak diperlukan. Dengan peran serta masyarakat dapat mengurangi beban korban.

Pada kondisi normal sebelum terjadi bencana dapat dilihat dari kondisi DIY sebelum gempa :
1. Suasana aman tenteram dan damai, beberapa bencana seperti tanah longsor, banjir dan letusan gunung dianggap tidak mengkhawatirkan.
2. Masyarakat tidak siap menghadapi bencana yang bersifat mendadak.
3. Satuan penanganan bencana ( SATKORLAK PBP Provinsi DIY dan SATLAK PBP Kabupaten/Kota) tidak melakukan pelatihan, simulasi dan drill bencana.
4. Bencana yang terjadi di tempat lain ( Aceh, Nabire dsb ) sekedar sebagai informasi
5. Bencana gempa bumi dengan skala besar terakhir yang terjadi di DIY pada tahun 1940 dan tidak ada catatan yang mengingatkan kepada generasi sekarang.

Ketidaksiapan masyarakat DIY menghadapi bencana yang bersifat mendadak mengakibatkan korban gempa di DIY sangat besar ( lebih 5.000 orang meninggal dan puluhan ribu luka berat ). Beberapa alasan untuk menjelaskan adalah :
1. Gempa bumi menimpa wilayah dengan kepadatan penduduk sangat tinggi / lebih dari 1.500 orang/km2.
2. Kelalaian untuk membangun rumah tahan gempa dan rendahnya kesadaran terhadap penerapan standar bangunan yang aman.
3. Home industri di wilayah pemukiman. Bangunan toko, bengkel, rumah, gudang menjadi satu sehingga secara bersama-sama rusak karena gempa.
4. Sistem penanganan bencana tidak siap. Walapun SATKORLAK PBP dan SATLAK PBP telah disiagakan untuk bencana letusan gunung Merapi tetapi tidak siap untuk menangani dampak gempa yang sangat besar.
Rumah sakit tidak mampu menampung jumlah korban ( luka dan meninggal) dalam jumlah yang sangat banyak.
Petugas pemerintah tidak pernah dilatih untuk menangani kondisi darurat yang sedemikian besar atau sebagian besar petugas pemrintah juga menjadi korban gempa.
5. Tidak siapnya masyarakat tehadap kemungkinan terjadinya bencana.
Masyarakat tidak pernah diingatkan mengenai kemungkinan terjadinya gempa bumi yang tidak dapat diprediksi kapan akan terjadi
Tidak ada petunjuk atau pedoman yang disediakan bagi masyarakat mengenai tata cara – prosedur penanganan atau respon terhadap gempa.

Pada saat tanggap darurat situasi sangat kacau masyarakat dengan segala kemampuannya mencoba menangani korban, inisiatif individu sangat berperan. Baik dari membawa korban ke Rumah Sakit, sampai menguburkan sendiri keluarga yang meninggal. Suasana sangat panik karena ada isu terjadi tsunami dan mencekam karena ada isu tengah malam ada gema yang lebih besar. Hampir seluruh penduduk tidur di luar rumah dengan tenda-tenda sederhana. Rumah sakit over-loaded sampai dihalaman dan trotoar jalan. Pemerintah daerah tidak berjalan, ekonomi lumpuh dan tidak tersedia logistik maupun jaringan distribusinya. Pada saat itu masyarakat tidak tahu apa yang harus dikerjakan, baru dalam 2-3 hari mulai mengorganisir penanganan di komunitasnya. Komuitas yang paling efektif adalah setingkat RT, bersama tokoh masyarakat secara spontan membangun posko dan meminta bantuan untuk warga masing-masing, terutama kebutuhan permakanan.

Belajar dari pengalaman kejadian bencana gempa yang terjadi di DIY berkaitan dengan peningkatan peran serta masyarakat dalam penanganan bencana, bebrapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Masyarakat belum mendapatkan pengetahuan dan informasi kesiapsiagaan yang cukup terhadap kemungkinan terjadinya bencana.
Diperlukan sosialisasi penanganan bencana berbasis masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan LSM.
Perlu penyuluhan dan pendidikan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana.
Perlu pemetaan daerah rawan bencana dan sosialisasinya kepada masyarakat.
2. Banyaknya relawan yang terlibat dalam penanganan bencana dan terjun langsung ke masyarakat sering mengakibatkan tumpang tindihnya penanganan di lapangan.
Mewajibkan setiap organisasi relawan, LSM nasional maupun internasional unuk mendaftar dan melaporkan keberadaanya kepada SATLAK PBP setempat. Perlu pengaturan relawan, LSM nasional maupun internasional dalam keterlibatan penanganan bencana dan melaporkan hasil kegiatan.
3. Kurangnya kemampuan SDM dalam melakukan kaji cepat (Rapid Assessment) di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan tingkat RT. Sehingga data yang diperoleh akurat dan tidak menimbulkan permasalahan di masyarakat.

Peran serta masyarakat dalam penanganan bencana perlu ditumbuhkan sejalan dengan era globalisasi dan keterbukaan, dengan cara memberdayakan masyarakat dan konsep kebijakan serta regulasi yang jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar